Sebagai milenial yang 2 kali ikut menjadi saksi krisis keuangan global, tahun 1998 dan masa pandemi, saya makin sadar betapa pentingnya keberadaan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) sebagai roda penggerak perekonomian.
Para pedagang sayur dan buah di pasar, penjual gorengan, pemilik warung kelontong, dan penjual bunga di pinggir jalan, sepintas mungkin terlihat sepele. Istilah anak zaman sekarang, bisnis receh. Mungkin tampilannya kalah parlente dengan pemilik bisnis property atau pemilik perusahaan besar.
Pun begitu, ketika krisis datang, mereka lah yang kokoh berdiri menopang roda perekonomian. UMKM itu kecil-kecil cabe rawit.
Satu hal yang lebih membanggakan lagi, berdasar data BPS 2021, tercatat 64,5% dari total UMKM di Indonesia dikelola oleh perempuan. Keren nggak tuh!
Perempuan, makhluk yang konon terlalu mengandalkan insting dan perasaannya ini, ternyata merupakan tokoh dibalik layar stabilnya perekonomian negara.
Sebagai ibu rumah tangga, yang tentu saja memiliki circle pergaulan emak-emak yang luas, sudah menjadi hal lumrah bagi saya melihat status whatsapp teman berisi promosi jualan.
Lebih dari separuh circle pertemanan saya, sesama ibu-ibu, punya bisnis sampingan.
Ada yang jadi reseller baju gamis, ada yang jualan buku, ada yang jualan makanan, jualan dessert box, jualan pizza dan masih banyak lagi.
Bagaimana dengan saya?
Sebenarnya saya juga ingin ikut berbisnis seperti mereka. Kelihatannya kok enak ya, bisa membangun usaha sendiri walau skalanya kecil. Sayangnya, saya harus jujur pada diri sendiri, nggak semua orang punya passion di bidang bisnis.
Gini-gini, saya pernah lho menjajal usaha pakaian bayi, dan kerajinan flannel. Tapi ya begitulah, kalau memang bukan passion, rasanya berat buat dijalani.
Meski nggak berbakat jadi pengusaha, sebagai sesama perempuan, saya tetap semangat mendorong perkembangan UMKM di Indonesia, terutama yang dikelola oleh perempuan.
Perempuan Indonesia Saling Dukung
Sadar atau tidak, geliat pertumbuhan UMKM di Indonesia sebenarnya juga tak lepas dari peran kami, ibu rumah tangga. Sebagai pengelola keuangan rumah tangga, kami lah target pasar utama produk-produk UMKM.
Saya, sudah sejak bertahun silam selalu membeli produk UMKM. Selain karena banyak produk UMKM yang cukup berkualitas, membeli produk “teman sendiri” adalah wujud dukungan kepada UMKM. Sekaligus usaha kecil saya untuk menggerakan perekonomian nasional.
Tapi bosan nggak sih jadi konsumen melulu? Bisa nggak ya, kita juga dapat keuntungan finansial dari pertumbuhan UMKM Indonesia?
Jawabnya, bisa banget.
Selain membeli produknya, dukungan untuk UMKM juga bisa dilakukan dengan memberi pendanaan tambahan modal untuk UMKM.
Menurut Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016, investasi peer to peer (P2P) lending merupakan kegiatan pinjam meminjam yang secara langsung antara kreditur/lender (pemberi pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) berbasis teknologi informasi.
Penjelasan singkatnya seperti ini, dengan berinvestasi P2P lending, berrarti kita bertindak sebagai pemberi pinjaman, yang sesuai dengan perjanjian pada jangka waktu tertentu akan mendapat pengembalian pokok pinjaman, ditambah bagi hasil dari keuntungan usaha yang dilakukan penerima pinjaman.
Sebenarnya mekanismenya hampir sama seperti kalau kita memberi saham atau membeli surat utang negara. Bedanya, kalau beli saham, artinnya kita berinvestasi di perusahaan yang sudah go public. Sementara berinvestasi pada surat utang negara berarti kita memodali pembangunan negara.
Nah kalau P2P lending, pihak yang kita modali adalah usaha yang skalanya lebih kecil, alias UMKM. Makanya, untuk investasi di P2P lending, kita nggak perlu dana besar. Minimal Rp 100.000.
P2P lending, bisa dibilang alternatif investasi untuk ibu rumah tangga. Hanya dengan menyisihkan sedikit uang belanja setiap bulan, kita bisa mendapat imbal hasil 11% - 16% per tahun.
Sementara bagi UMKM, P2P lending adalah alternatif sumber pendanaan yang cepat dan mudah dibanding lembaga pembiayaan dan Perbankan.
sumber foto :Amartha |
Yang menarik lagi, P2P lending dilakukan berbasis online. Melalui platform online seperti Amartha, kita bisa berinvestasi tanpa prosedur yang rumit. Karena segala proses administrasi, isi saldo investasi hingga penerimaan bagi hasil dilakukan melalui aplikasi.
Memahami Risiko & Keuntungan Berinvestasi P2P Lending
Namun, sebelum berinvestasi pada P2P lending, kita perlu tahu dulu bagaimana risk & return-nya.
Dalam dunia investasi, lazim dikenal istilah high risk, high return. Artinya semakin besar keuntungan yang didapat maka risikonya juga lebih tinggi.
Berikut beberapa keuntungan berinvestasi di P2P lending :
- Proses lebih cepat, administrasi dilakukan secara online.
- Potensi keuntungan yang lebih besar
- Investor bisa ikut menyeleksi calon peminjam dana
- Transaksi aman bila dilakukan melalui platform yang terdaftar OJK, seperti Amartha. Karena pihak platform biasanya melakukan penyaringan yang ketat buat para calon peminjam.
Yang berikut merupakan risiko berinvestasi di P2P lending:
- Dana tidak bisa ditarik sewaktu-waktu. Tenor investasi biasanya 3 bulan, 6 bulan hingga 1 tahun
- Risiko keterlambatan pembayaran
- Gagal bayar, peminjam tidak dapat mengembalikan dana. Tapi kalau di Amartha risiko ini diminimalisir dengan asuransi.
- Dana investasi dibawa kabur. Makanya pastikan untuk memilih perusahaan P2P lending yang kredibel dan terdaftar di OJK.
Teknologi AI Credit Scoring Meminimalisir Risiko Investasi
Sebagai investor, sudah selayaknya kita melakukan mitigasi (pemetaan) risiko sebelum memutuskan berinvestasi.
Dengan kata lain, selain memahami risiko, seorang investor juga perlu melakukan strategi atau tindakan terencana untuk mengurangi potensi kerugian di kemudian hari. Seperti potensi kerugian akibat gagal bayar, atau dana dibawa kabur peminjam
Belakangan, dengan kian berkembangnya teknologi dibidang ekonomi, antisipasi kerugian investasi juga bisa dilakukan dengan lebih cepat dan mudah.
Salah satunya dengan penerapan teknologi AI credit scoring, seperti yang dilakukan fintech Amartha dengan fitur AScore.ai.
Teknologi ini memanfaatkan artificial intelligence dan machine learning untuk melakukan penilaian profil ekonomi berdasarkan kelayakan kredit. Atau yang biasa disebut, skor kredit.
Skor kredit, biasanya berisi data peminjam, mulai dari usia, status perkawinan, pekerjaan dan sebagainya.
Selain itu skor kredit juga memuat analisa riwayat transaksi keuangan, seperti riwayat hutang, beban kredit lain, hingga rekam jejak pembayaran kredit lancar dan tunggakan.
Dulu, credit scoring seperti ini dilakukan secara manual dengan memeriksa berbagai berkas keuangan calon peminjam. Cara mengetahui skor kredit secara manual seperti ini, tentu memakan waktu lebih lama dan sangat rentan terjadi human error.
Beda dengan credit scoring yang dilakukan melalui teknologi AI, seperti AScore.ai. Dengan mengintegrasikan dan menganalisa data keuangan dari berbagai sumber, AScore.ai bisa membantu kita mengetahui skor kredit calon peminjam. Hal ini tentu saja akan membantu investor sebelum memutuskan berinvestasi.
Bisa disimpulkan, P2P lending merupakan alternatif investasi yang tepat untuk calon investor yang memiliki dana investasi terbatas. Sulain menjanjikan imbal hasil yang lumayan tinggi, sebagai investor kita juga mengambil peran dalam pengembangan UMKM.
Pun demikian, mengingat risikonya yang cukup besar, investasi P2P lending lebih cocok dilakukan oleh investor profil agresif. Pastikan untuk teliti sebelum berinvestasi. Pilih fintech yang terpercaya, legalitasnya terjamin, terdaftar di OJK dan memiliki fitur penilaian profil risiko yang canggih serta akurat seperti Amartha.
Semoga jadi tambah tahu
Tidak ada komentar