“Widiiiih Narend asyik banget main gadget mulu. Setiap hari begitu ya?” kata perempuan ini, mengomentari anak saya yang lagi asyik berkutat dengan smartphone sambil menunggui saya bersua teman lama. Ya, Si Mbak ini.
Walau sebenarnya, dulu pun kami tak terlampau akrab, tetap saja kami saling kenal. Usia saya dan dia, terpaut 2 atau 3 tahun saja.
Sudah lebih dari 20 tahun nggak ketemu, dan baru-baru ini kami berpapasan tanpa sengaja di sebuah minimarket.
Namanya juga basa-basi, kami pun ngobrol sejenak sambil ngopi di area minimarket. Sekadar nostalgia dan berbagi gosip tentang teman-teman dari masa lalu.
Tapi setelah habis bahan cerita, Si Mbak mulai cari bahan obrolan lain. Dan ia memilih berkomentar tentang kesibukan Narend yang selama hampir satu jam sibuk berkutat dengan smartphone.
“Sekolah di mana sih anakmu?”
“Sekolah rumah, homeschooling,” jelas saya.
“Walah, jadi nggak punya teman dong. Jadi setiap hari mantengin HP terus gitu? Wah beda ya anak sekarang.”
Saya hanya sempat tersenyum simpul menanggapi kata-katanya, karena sejurus berselang Si Mbak sudah menyambung kalimatnya lagi.
“Kalau aku tuh bikin aturan tegas buat anak-anak. Pokoknya nggak boleh pegang smartphone kecuali untuk sekolah online. Kalau sekarang, cuma boleh pegang HP akhir pekan saja. Itupun mentok hanya 2 jam,” Si Mbak, teman saya ini masih nyerocos.
“Soalnya anak-anak kalau kebanyakan pegang HP itu bahaya lho, Wid. Kan banyak omongan kasar. Belum lagi pornografi. Haduh seram. Anak-anak kan gampang banget niru yang jelek begitu,” sambung dia.
Saya baru saja mau buka mulut. Mengeluarkan argumen dan berbagi cerita tentang aturan pemakaian gadget di keluarga kami. Tapi kata-kata saya tertahan karena tepukan tangan mungil Narend di lengan saya.
“Bu, Narend sudah selesai ngerjain soal Ruang Guru. Tadi juga bikin desain kalender ini di Canva,” lapor dia sambil menunjukkan layar smartphone. Desain kalender yang baru saja dia kerjakan terpampang di situ.
“Narend lanjut belajar bahasa inggris di duolingo ya. Pinjam headset-nya dong,” sambung bocah ini.
Tekanan darah saya yang sempat meninggi karena komentar teman lama saya tadi seketika surut setelah mendengar kalimat Narend.
Sambil merogoh tas, mencari headset, saya lirik sekilas wajah Si Mbak. Dia melongo, dari tatapannya saya tahu dia mau bertanya. Jadi sebelum bibirnya bergerak, saya langsung berinisiatif menjelaskan.
“Ya gitu, Mbak. Gadgetnya dipakai buat belajar. Kan sekarang aplikasi belajar di smartphone banyak banget. Kalau pintar memilah informasi dan memanfaatkan internet, kita bisa belajar banyak kok. Nih Narend juga lagi belajar ngedit video. Kalau ngedit foto sih udah sering dia.” Gantian saya yang nyerocos sekarang.
“Oooh gitu,” timpal dia.
Dan sebelum dia bicara lebih banyak lagi, saya langsung lancarkan skak mat dengan menyebutkan betapa banyaknya aplikasi yang bisa dimanfaatkan untuk belajar anak.
“Hari gini susah sih buat menjauhkan anak dari gadget. Wong eranya serba digital. Ibunya aja cari uang skincare pakai gadget, belanja pakai gadget, pesan makan dan bayar arisan juga pakai gadget. Masa anaknya mau dilarang pake HP,” tutup saya sebelum akhirnya pamit pulang.
Jujur. Suka terpancing emosi saya kalau ketemu orang-orang yang bisanya cuma menghakimi anak yang menggunakan smartphone. Apa dia nggak tahu, ada banyak ilmu dan peluang cuan terbuka kalau kita cerdas memanfaatkan gadget?
Iya sih, ada banyak hal buruk yang dilakukan orang akibat pengaruh negatif gadget. Tapi itu kan bukan salah gadget-nya. Penggunaan gadget memang butuh kecakapan. Butuh skill.
Makanya, untuk mengimbangi kemajuan teknologi, kecerdasan dan kecakapan digital juga harus dibangun.
Ini bukan klaim dari saya lho. Pemerintah pun sudah lama concern dengan persoalan ini. Itu sebabnya kampanye dan pelatihan literasi digital gencar dilakukan di seluruh penjuru negeri.
Bahkan perguruan tinggi ternama seperti UGM, juga memasukan mata kuliah “Kecerdasan Digital” sebagai salah satu mata kuliah pilihan.
Tujuannya apa? Ya, tentu saja untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan pemanfaatan internet dan teknologi di berbagai sendi kehidupan.
Hasil studi yang dilakukan QS Top Universities dan University of The Witwatersrand, South Africa tahun 2019 bahkan menyebutkan bahwa di masa mendatang, para calon pekerja membutuhkan kemampuan literasi digital dan pola pikir teknologi untuk bisa bersaing secara global.
Jadi kenapa harus mencibir anak yang memakai gadget?
Mengasah Minat dan Bakat dengan Gadget
Narend, anak saya sudah menjalani sekolah rumah sejak awal pandemi. Itu artinya, tahun ini adalah tahun ketiga kami berkomitmen melakukan homeschooling.
Satu hal yang patut saya syukuri, bahkan sebenarnya juga salah satu alasan saya mantap memilih homeshooling untuk anak adalah karena akses ilmu dan informasi yang nyaris tak terbatas di ruang digital.
Kami memanfaatkan platform setara daring milik pemerintah untuk keperluan laporan hasil belajar di PKBM.
Berbagai bahan ajar pun banyak yang bisa diunduh gratis di platform-platform belajar. Bahkan Narend, belajar menggambar, membuat berbagai prakarya dan memasak dari video tutorial di Youtube.
Wah kalau di-list satu persatu, rasanya terlalu banyak deh manfaat yang bisa kami, praktisi homeschooling, dapatkan melalui internet.
Yang jelas, walau memberi keleluasaan, saya melakukan pengawasan saat anak memakai gadget. Saya dan Narend malah kadang menjadikan hal-hal negatif yang muncul di internet sebagai bahan diskusi.
Misal, ada kata-kata nggak sopan di video yang ditonton Narend, saya pasti akan langsung memberitahunya, bahwa kata-kata itu nggak bisa diucapkan ke sembarang orang karena dianggap kurang pantas. Kami lantas bisa berdiskusi panjang lebar soal itu.
Kini, setelah usianya 9 tahun, Narend mulai terbiasa mem-filter sendiri kata-kata kasar yang tak sengaja ia dengar. Kalau ada kosakata baru, ia bahkan bertanya dulu ke saya, “Bu, kalau kata-kata ini sopan atau jelek?”
Demikianlah.
Makin sering berkutat dengan smartphone dan mengonsumsi berbagai konten, membuat minat Narend untuk membuat konten sendiri makin besar.
Dengan alat sekadarnya, ia sudah sering membuat konten video tutorial menggambar sederhana. Dia bahkan mengedit sendiri video yang dia buat. Memang belum ada yang di-publish, sebagian besar video yang hasil editannya yang lumayan rapi kami simpan dan arsipkan untuk portofolio.
Kian hari, makin berkembang juga keinginannya untuk membuat konten yang lebih bagus. Nggak heran kalau beberapa waktu lalu, Narend sudah mulai request gimbal ke saya.
Katanya sih, biar kalau merekam video, gambarnya nggak goyang-goyang dan kabur.
“Narend tahu darimana kalau pakai gimbal gambarnya jadi nggak goyang?”
“Lihat video review di youtube,” jawab dia.
Yah memang sih, smartphone yang jadi pegangan Narend sekarang ini sudah mulai uzur. Teknologinya juga mulai ketinggalan. Nggak bisa lagi mengimbangi kebutuhan dan aktivitasnya untuk belajar.
Apakah itu berarti sudah waktunya untuk membelikan dia smartphone baru?
“Coba deh ibu carikan HP yang pas buat Narend belajar. Syukur-syukur yang ukurannya nggak terlalu besar, soalnya tangan dia kan kecil. Kalau HP-nya kebesaran nanti susah dia,” saran suami saat saya mendiskusikan keinginan Narend.
Lha kok pas banget. Saat searching jenis-jenis HP, muncul info kalau Asus merilis HP terbaru yang compact. Jadi penasaran. Sayangnya waktu itu, HP ini belum rilis resmi di Indonesia.
Si Mungil dengan Kamera Gimbal
Selang sebulan setelah saya tahu informasi tentang smartphone terbaru Asus, Zenfone 9 akhirnya rilis resmi di Indonesia.
Saya sempat menyimak acara peluncuran Asus Zenfone 9 yang ditayangkan secara live di Youtube, waktu itu.
Dan yes, sesuai ekspektasi, ukuran HP ini memang ringkas. Panjangnya cuma 14,8 cm dan lebar 7 cm. Beratnya pun 169 gram aja. Kalau pakai ukuran tangan orang dewasa, kayaknya bisa deh digenggam satu tangan.
Dilihat dari size-nya, HP ini sepertinya bakal cocok buat Narend belajar ngonten. Dan makin diulik rasanya kok makin banyak keunggulan yang ditawarkan oleh Asus Zenfone 9 ini.
Salah satu fitur yang bikin saya makin penasaran dengan HP terbaru rilisan Asus ini adalah adanya teknologi 6-Axis Hybrid Gimbal Stabilization yang dibenamkan pada kamera utamanya.
Konon, teknologi 6-Axis Hybrid Gimbal Stabilization ini bisa bikin video yang kita rekam lebih stabil meski hanya dipegang satu tangan, atau tanpa menggunakan alat tambahan.
Kalau sudah pakai HP yang punya gimbal di dalamnya, kita nggak perlu lagi kan beli gimbal tambahan. Lebih ringkas dan bisa lebih hemat.
Lanjut…
Kita bongkar bareng yuk, apa saja sih keunggulan Asus Zenfone 9 ini?
Good Looking Smartphone
Sebagai emak-emak, harus diakui tampilan visual adalah salah satu pertimbangan utama saya saat memilih gadget.
Mau secanggih apapun gadget-nya, rasanya suka minder gitu kalau pakai HP yang tampilannya so so. Penginnya langsung dipakain case lucu biar bisa dipamerin ke emak lain gitu.
Emang aneh. Tapi kebanyakan perempuan memang begitu kok.
Untungnya Asus Zenfone 9 ini nggak termasuk HP yang malu-maluin buat ditenteng kemana-mana. Bentuknya emang standar, persegi panjang. Hahahaha.
Case-nya juga dari plastik, tapi ada tekstur di back cover-nya. Seperti tekstur kain yang bikin enak buat digenggam. Nggak licin.
Belum lagi pilihan warnanya lumayan variatif dan cakep. Ada Midnight Black, Moonlight White, Starry Blue dan Sunset Red. Incaran saya adalah varian Sunset Red, karena warnanya outstanding banget. Tapi Narend, ngakunya sih lebih suka varian Starry Blue.
Soal tampilan layar juga bikin gengsi naik. Zenfone 9 sudah memakai layar AMOLED dengan resolusi Full HD Plus. Layarnya menggunakan format 20 : 9 buat keseimbangan antara aktivitas menonton maupun browsing internet dan gaming.
Layarnya juga disebut-sebut sebagai layar flagship yang mampu menghasilkan akurasi warna tinggi. Untuk pemakaian outdoor tetap nyaman karena panel layarnya punya tingkat brightness sampai 800 nits (100% APL) dan peak maximum brightness 1100 nits.
Kombinasi ini akan membuat tampilan layarnya tetap terlihat jelas, terang dan nyaman saat dioperasikan di area yang banjir cahaya. Ini sih bakal berguna banget kalau kami bikin konten di alam terbuka seperti candi atau area persawahan.
Kecepatan responnya juga bagus karena Zenfone 9 memiliki refresh rate 120 Hz, yang bisa secara otomatis menyesuaikan dan pindah ke 60, 90, atau 120 Hz tergantung pada aplikasi atau konten yang sedang ditampilkan dengan response time hanya 1 ms.
Kemampuan ini bikin user experience jadi lebih mulus saat mengakses berbagai aplikasi. Cocok banget nih buat kebutuhan kami. Karena dalam aktivitas kesehariannya, kami biasanya menggunakan beberapa aplikasi bersamaan.
Oh iya, layar Zenfone 9 juga sudah dilapisi kaca pelindung Corning Gorilla Glass Victus lho. Kamera selfie-nya yang punya resolusi 12 MP dan dilengkapi sensor SONY IMX363 juga ditempatkan dalam punch hole, jadi nggak banyak nutupin layar.
Beralih sedikit ke area sisi. Asus menempatkan tombol power dan volume di sisi kanan. Hal simple, tapi menurut saya berguna banget kalau kita mengoperasikan HP dengan satu tangan. Jadi tinggal geser jempol doang.
Hebatnya lagi, tombol power-nya juga bermanfaat sebagai finger print. Makin gampang lah kalau mau buka HP.
Eh tapi nggak cuma itu, Asus nih mikirin detail dan kebiasaan pengguna HP banget. Karena finger print ini nggak cuma buat buka layar, tetapi juga buat scroll layar, ngecek notifikasi. Widiiiiih canggih banget kan.
Masih ngomongin desain dan bodinya, selain good looking dan handy, Asus Zenfone 9 juga tahan banting lho. Hp ini sudah tersertifikasi IP68 yang artinya sudah anti air dan debu.
Bikin hati lebih tenang saat mengajak Zenfone 9 beraktivitas di luar. Kalau hanya kecemplung sebentar, atau kehujanan dikit masih oke deh. Apalagi kalau yang pegang anak usia 9 tahun seperti Narend. Kita nggak pernah tahu apa yang bisa terjadi kan?
Performa Mantap untuk Mendukung Anak Menggali Minat & Potensi
Yang namanya anak-anak, minatnya memang tak terbatas. Semua hal pengin dicoba.
Kadang getol belajar soal wayang, lain waktu passionated banget ngulik soal dinosaurus. Lalu di lain waktu malah sibuk belajar desain dan menggambar.
Nggak apa deh. Saya selalu membebaskan anak untuk belajar hal-hal yang disukainya.
Tapi konsekuensinya ya gitu, aplikasi yang mau diinstal di HP jadi banyak banget.
Mulai dari aplikasi belajar bahasa, aplikasi menggambar sampai editing video.
Wajar kalau Narend juga perlu dibekali HP dengan performa yang mantap juga.
Asus Zenfone 9 dibekali prosesor flagship terbaru Snapdragon® 8+ Gen 1 Mobile Platform yang powerful. Chip terbaru ini menawarkan CPU clock speed sampai 3.2 GHz yang menghasilkan performa CPU dan GPU 10% lebih tinggi, tapi efisiensi CPU 30% dibandingkan Snapdragon 8 Gen 1.
SoC (system on chip) ini diklaim lebih adem, stabil dan bertenaga. Efisiensi daya juga lebih baik. Jadi kita nggak perlu risau HP ini bakal cepat kehabisan daya.
Asus memasangkan RAM sampai 16 GB pada Zenfone 9, penyimpanan internalnya juga cukup luas yaitu 128 GB dan 256 GB.
Untuk dukungan konektivitas, dipakailah Wi-Fi paling ngebut yaitu Wi-Fi 6E yang menghasilkan konektivitas lebih stabil, lebih cepat, bahkan pada kondisi crowded.
Untuk urusan baterai, Zenfone 9 menggunakan baterai berkapasitas 4300mAh. Ditunjang dengan teknologi STP (Specific Tab Process) proses pengisian baterai berlangsung lebih adem dan cepat.
Small in Size, Big on Photography
Akhirnya sampai juga ke pembahasan kamera. Yup, fitur kamera Asus Zenfone 9 ini memang jadi perhatian utama saya sejak awal.
Karena seperti saya ceritakan sebelumnya, salah satu aktivitas utama kami bersama HP tak lain adalah untuk memotret dan merekam.
So, wajar dong kalau saya excited banget dengan fitur kamera Zenfone 9.
Zenfone 9 dibekali kamera utama yang ukurannya lumayan besar.
Dibagian belakang bodinya, ada kamera utama 50 MP wide angle lens IMX766 1/1.56” f1.9 yang dilengkapi teknologi 6-Axis Hybrid Gimbal Stabilizer. Lalu ada kamera 12 MP ultra wide angle lens IMX 363 ½.55” f/2.2 113° FOV, 4 cm macro shot.
Sementara untuk kamera selfie di bagian depan ada kamera 12 MP IMX663 ½.93” f/2.45. Semuanya berkualitas pro dari Sony.
Untuk kamera utama yang sudah diperkuat teknologi 6-Axis Hybrid Gimbal Stabilizer dan autofocus, bisa bikin gambar yang diambil lebih stabil dan bebas guncangan, meski hanya dipegang satu tangan.
Bakal mantap banget nih, buat Narend belajar bikin vlog. Nggak perlu lagi beli gimbal terpisah. Dan yang jelas lebih mudah kalau mau ditenteng kemana-mana. Lebih fleksibel.
Saya dan Narend, sempat berandai-andai, kalau kami memiliki HP dengan teknologi gimbal di dalamnya, kira-kira konten apa yang mau kita buat. “Bikin film horror aja yuk, Bu. Nanti ceritanya kita dikejar hantu,” usul Narend. Hahaha, ada-ada saja.
Sementara itu, kamera kedua 12 MP ultra-wide, dilengkapi fitur yang mendukung fotografi makro dan disertai fitur autofocus. Kamera ini mampu merekam video 4K/60fps dengan EIS dan koreksi distorsi real time.
Kamera ini juga bisa memotret foto makro dengan fokus hingga jarak 4 cm. Bakal asyik banget buat dipakai membuat project tentang serangga.
Saya dan Narend memang sudah merancang untuk membuat konten tentang serangga ala-ala discovery channel gitu tapi dalam bentuk foto. Sayangnya kamera HP yang kami miliki saat ini belum mendukung untuk memotret serangga ukuran kecil dengan jelas.
Kamera selfie Zenfone 9 juga nggak kalah ciamik. Katanya sih, Zenfone 9 ini merupakan HP pertama yang menggunakan sensor Sony IMX663, yang punya kemampuan melakukan autofocus dengan cepat berkat dual PDAF.
Kamera ini mampu merekam foto sampai 12 MP dan video 4K/30fps atau FHD 60fps dengan EIS. Nggak cuma bisa zoom, kualitas foto selfie kita juga jadi lebih tajam kalau dipotret dengan kamera depan ini.
Hanya itu? Jelas nggak dong, Asus sih nggak pernah setengah-setengah kalau rilis produk. Selain kualitas kameranya yang kece banget, Asus juga melengkapi fitur fotografi dan videografi yang nggak kaleng-kaleng. Pakai standar profesional lho.
Kita bisa memanfaatkan manual setting untuk focus, ISO, shutter speed, EV, white balance, dan perekaman dalam RAW.
Selain itu ada juga fitur light-trail mode (BETA) yang memungkinkan user menggunakan manual shutter atau preset shutter time untuk merekam objek bergerak dan menghasilkan efek cahaya.
Wah, Narend bakal bisa mengeksplor kemampuan fotografi lebih banyak lagi nih.
Kesimpulan
Nggak berlebihan kalau Asus Zenfone 9 ini diklaim sebagai smartphone yang Compact Size, Big Posibilities.
Karena dengan ukurannya yang compact, fitur dan teknologi yang dia miliki ternyata bisa membuka peluang belajar dan eksplorasi kemampuan yang sangat luas.
Sangat cocok buat pendamping anak-anak Generasi Alpha untuk mengeksplor dunia.
Di masa mendatang, skill yang berkaitan dengan digital disebut-sebut akan mendominasi masa depan.
Zenfone 9 dengan ukurannya yang compact, bisa “membuka” dunia anak lebih luas lagi.
Nah, buat kalian yang mau beli Zenfone 9, sudah bisa kalian dapatkan melalui partner dan channel pembelian resmi produk ASUS antara lain Erafone, Tokopedia, ASUS Exclusive Store, ASUS Online Store.
Artikel ini diikutsertakan dalam ASUS Zenfone 9 Blog Writing Competition di Blog Widyanti Yuliandari
Nareeennnddd, kamu pinter banget sih... Tante mau dong diajakin bikin film. Tapi jangan film horor yaa.. Takuuut...
BalasHapus