Bagi saya, film ini menarik karena menceritakan kisah fiksi yang diramu berdasarkan sejarah asli keruntuhan Dinasti Joseon. Sejumlah tokoh dalam film ini bahkan benar-benar ada, dan namanya tercatat dalam sejarah.
Film Fengshui diproduksi tahun 2018. Sebenarnya film ini sudah lama nangkring di file di laptop. Tapi karena keasyikan nonton drama korea on going, saya baru sempet nonton beberapa hari lalu. Emang kebiasaan banget saya tuh, nimbun film gini. Tapi nggak apa, nggak nyesel juga kok walau terlambat nonton. Filmnya tetap menarik.
Meski nggak memukau banget, seperti Face Reader atau Parasite, Fengshui tetap layak dapat jempol. Cara bertuturnya runut dan menarik. Sinematografi cukup apik dan akting para cast juga sangat bagus.
Sinopsis
Kisah bermula dari kematian putera mahkota Hyomyeong pada usia 20 tahun, akibat diracun. Sesuai tradisi, pemilihan lokasi makam dilakukan dengan melibatkan dan mempertimbangkan saran dari para ahli fengshui terbaik di seluruh negeri.
Kenapa harus pakai fengshui?
Sejak dulu orang Korea percaya bahwa lokasi makam yang baik akan membantu membawa arwah mendiang menuju kedamaian dan kemakmuran di hidup selanjutnya. Kedamaian arwah leluhur ini diyakini pula bakal mempengaruhi kehidupan anak cucunya.
Kalau arwah leluhur tenang, maka kehidupan anak cucu pun akan tenang dan sejahtera. Sebaliknya, arwah leluhur yang tersiksa dan tidak damai, dipercaya bakal membawa kesialan bagi generasi berikutnya.
Pemahaman ini cukup populer bagi bangsa-bangsa Asia Timur. Mereka percaya setiap benda dan elemen di dunia memiliki energi yang saling mempengaruhi satu sama lain. Diyakini bila satu energi bertabrakan atau tidak cocok dengan energi lainnya, bakal menimbulkan dampak negatif bagi manusia atau alam. Nah, Fengshui merupakan ilmu yang mempelajari pengaturan energi ini.
FYI, Fengshui sendiri tercatat masuk ke Korea sejak era Dinasti Silla sekitar tahun 800-an Masehi. Doseon Guksa, seorang Biksu Buddha mempelajari Fengshui dari China dan mengadaptasinya dalam budaya Korea.
Sejak saat itu ilmu Fengshui menjadi bagian dari budaya Korea. Pemilihan lokasi makam Raja Taejo, pendiri Dinasti Goryeo pun dilakukan dengan menerapkan ilmu pengaturan energi ini.
Masalah terjadi saat pemilihan lokasi makam putera mahkota Hyomyeong ternyata malah direkayasa. Alih-alih dikuburkan di lokasi tanah berenergi baik. Putera mahkota malah dimakamkan di tanah berenergi buruk.
Perdana Menteri Kim Jwa Gun (Baek Yoon Sik) adalah dalang dibalik kebijakan ini. Hal ini dilakukan perdana menteri untuk melanggengkan kekuasaan Klan Kim Andong atas istana dan raja.
Dengan menempatkan makam keluarga raja di tanah buruk, Perdana Menteri Kim berharap wibawa raja akan jatuh sehingga keluarganya bisa makin leluasa mengatur istana dan memperkaya pundi pribadi. Sementara itu, makam leluhur Kim sendiri ditempatkan di tanah-tanah berenergi positif, sehingga anak keturunan Kim kian berkuasa.
Raja dan keluarga istana lainnya, yang tak paham soal fengshui, mengamini saja saran para ahli fengshui yang sudah tunduk dan disuap oleh kekuasaan Perdana Menteri.
Tapi, ada satu ahli fengshui yang menentang pemakaman putera mahkota.
Ahli fengshui itu bernama Park Jae Sang (Cho Seung Woo). Ia putera dari mendiang ketua fengshui istana yang diasingkan. Walau masih muda, Park Jae Sang adalah ahli fengshui terbaik di Joseon. Sejak kecil ia sudah membaca berbagai buku fengshui ternama, dan berlatih dengan ayahnya.
Di pemakaman putera mahkota, Park Jae Sang dengan lantang menentang lokasi makam yang dipilih. Menurutnya, tanah yang dipakai untuk makam putera mahkota membawa energi buruk. Seharusnya putera mahkota dimakamkan di lokasi lain yang berjarak beberapa ratus meter dari lokasi itu.
Sayang, saran Park Jae Sang nggak dapat dukungan. Raja pun mengacuhkan sarannya. Sebagai akibat dari kelancangannya menyuarakan kebenaran, Park Jae Sang malah diusir dari istana.
Nggak cukup sampai disitu, Perdana Menteri Kim juga memerintahkan anaknya, Kim Byung Ki (Kim Sung Kyun) buat menghabisi Park Jae Sang sekeluarga.
Beruntung Park Jae Sang berhasil selamat dari kebakaran rumahnya, namun anak dan istrinya terpaksa jadi korban. Tewas terpanggang dalam rumahnya yang sengaja dibakar gerombolan Kim Byung Ki.
Setelah kematian keluarganya, Park Jae Sang melarikan diri dan bersembunyi. Ia berpindah sari satu daerah ke daerah lain, ditemani oleh sahabatnya Goo Yong Sik (Yoo Jae Myung). Mereka berdua menghidupi diri dengan menjual jasa fengshui.
Kendati sudah mulai bisa menjalani hidup yang tenang, dendam di hati Park Jae Sang masih membara. Ia bertekad membalas dendam dan mengakhiri kekuasaan Klan Kim.
Di sisi lain, sepeninggal putera mahkota. Tahta kerajaan beralih ke anak lelaki putera mahkota yang bergelar Raja Heonjong ( Lee Won Geun).
Heonjong naik tahta di usia 8 tahun. Dan selama masa kekuasaannya, dia tak lebih dari raja boneka tanpa wewenang penuh atas kerajaannya sendiri. Urusan pemerintahan dan kebijakan diampu langsung oleh Perdana Menteri Kim dari Klan Kim Andong.
Heonjong sebenarnya gerah dengan manuver Perdana Menteri. Apalagi setelah Heonjong menemukan bahwa makam ayahnya ternyata berada di tanah buruk. Dengan bantuan paman dari pihak ayah, Yi Ha-eung, yang nantinya juga dikenal sebagai Heung Sun (Ji Sung), Sang Raja berusaha menjatuhkan Perdana Menteri. Namun usahanya selalu berakhir sia-sia.
Hingga akhirnya Heung Sun bertemu dengan Park Sae Jang. Karena memiliki musuh yang sama, kedua orang ini mulai bekerja sama. Selain membantu memindahkan makam putera mahkota Hyomyeong, Jae Sang dan Heung Sun bekerja sama menelusuri makam leluhur Perdana Menteri Kim.
Makamnya ternyata ada di tanah bertuah yang didapatkan Perdana Menteri Kim dengan cara merampas tanah rakyat. Sayangnya, meski makam leluhur Kim berhasil dibongkar, kekuasaan Perdana Menteri masih terlalu kuat. Bahkan raja pun tak berkutik dihadapan Perdana Menteri.
Tapi Jung Man In juga bukan orang yang setia pada satu tuan. Dia oportunis yang gampang beralih tuan. Tergantung tuan mana yang lebih menguntungkan.
Alih-alih setia pada Perdana Menteri Kim, Jung Man In malah menghasut anak Perdana Menteri, Kim Byung Ki untuk membunuh ayahnya.
Kepada Kim Byung Ki, ia menjanjikan sebuah lokasi tanah benergi besar yang bisa membuat Kim Byung Ki dan keturunannya menjadi raja selama 2 generasi.
Terbuai dengan iming-iming kekuasaan itu. Kim Byung Ki pun membunuh Perdana Menteri Kim.
Tanah keberuntungan yang dijanjikan Jung Man In, ternyata merupakan tanah di Gunung Gaya. Untuk melindungi energi tanah tersebut, diatas tanah itu didirikan Kuil Gaya sejak 1000 tahun lalu.
Pesona Tanah Gunung Gaya yang disebut dapat menjadikan seseorang menjadi raja selama 2 generasi ini, tak disangka juga memikat Heung Sun. Dalam senyap, rupanya Heung Sun juga berambisi menjadikan keturunannya sebagai penguasa Joseon.
Niat Heung Sun jelas ditentang oleh Park Jae Sang.
Tanah Gunung Gaya memang menyimpan energi besar yang mampu menjadikan keturunan seseorang menjadi penguasa Joseon. Tapi hanya bisa 2 generasi. Setelah itu kekuasaan Joseon akan runtuh dan dikuasai bangsa asing.
Pendirian Kuil Gaya diatas tanah tesebut pun bukannya tanpa alasan. Kuil Gaya sengaja dibangun untuk mengunci energi tanah Gunung Gaya dan melindungi negara dari sebuan bangsa asing.
Namun Heung Sun yang sudah terbutakan oleh ambisi akhirnya nekad membakar kuil. Ia pun berhasil bernegosiasi dengan Kim Byung Ki.
Kisah tanah keramat
Seperti yang saya bilang sebelumnya, hal yang paling menarik dari film ini adalah latar belakang sejarahnya. Beberapa tokoh seperti Perdana Menteri Kim, putera mahkota Hyomyeong, Raja Hoenjong dan Heung Sun adalah tokoh-tokoh nyata yang namanya tercatat dalam sejarah Dinasti Joseon Korea.
Film ini memotret pergulatan politik dan perebutan kekuasaan yang terjadi di akhir keruntuhan Joseon sebelum akhirnya diinvasi Jepang.
Latar belakang Fengshui yang akhirnya jadi benang merah pergulatan kekuasaan ini meski sulit dikonfirmasi kebenarannya tapi harus diakui memang memegang peranan penting dalam budaya Korea masa itu. Bahkan hingga kini, fengshui masih sering diterapkan untuk berbagai keperluan seperti membangun rumah, hingga penataan ruangan.
Film ini, menurut saya, memadukan sejarah dan fiksi dengan sangat mulus. Kalau saja, saya nggak riset tentang sejarah korea, pasti saya bakal dengan mudah mengamini film ini sebagai sebuah kebenaran. Meyakinkan banget sih.
Meski alurnya agak lambat diawal, intrik politik yang dituturkan dalam sama sekali nggak membosankan.
Selain latar belakang sejarah yang kuat, kekuatan utama film Fengshui terletak pada kualitas akting para pemainnya. Hampir semua tokoh utamanya merupakan aktor berpengalaman yang punya chemistry bagus satu sama lain.
Sepanjang menonton, saya sama sekali nggak menemukan celah akting yang bisa dinyinyiri. Apik aja, saling isi satu sama lain. Nggak ada tokoh yang sia-sia dalam film ini. Semua punya porsi dan peran yang cukup. Sangat memuaskan lah.
Sayangnya, alur cerita relatif mudah ditebak.
Tidak seperti Face Reader yang memiliki plot twist mencengangkan dan bikin ngenes. Akhir cerita ini sudah mulai terbaca sejak pertengahan film. Apalagi, kalau penontonnya sudah punya referensi tentang Korea terlebih dulu.
Biar begitu, Fengshui tetap layak jadi tontonan yang menarik. Kalau harus diberi skor, saya kasih nilai, 4/5.
Semoga jadi tambah tahu ya.
Aku suka nih cerita yang berbau-bau kerajaan kayak gini. Hehe.. Ntar mauncari ah.. Atau, kalo boleh sini aku copy harta karunmu aja, Mak.. Hehehe..
BalasHapus