Februari 2016, Pemerintah mengeluarkan aturan mengenai kantong plastik berbayar. Setiap kantong plastik dihargai Rp 200. Waktu itu saya berpikir, akhirnyaaaaa pemerintah kita punya sedikit kepedulian mengenai lingkungan, khususnya sampah plastik. Saya berangan-angan, mungkin sebentar lagi, makin banyak orang yang sadar mengenai buruknya dampak sampah plastik. Dimana Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar ketiga di dunia? Atau kedua?
Waktu itu, isu plastik berbayar tiba-tiba jadi viral. Semua orang , tua muda, laki perempuan, semua urun komentar, sumbang pendapat. Seru. Banyak yang setuju, ada yang kontra, ada yang masih bingung. Ada yang rela bayar Rp 200 untuk tiap kantong plastik yang dipakai, ada yang protes, ada juga yang buru-buru beli tas belanja kece sebagai bentuk dukungan.
Begitulah yang terjadi empat bulan lalu. Iya hanya empat bulan dan isu kantong plastik berbayar tidak lagi viral. Tidak ada lagi yang menyinggung. Dan orang-orang mulai lupa soal isu lingkungan dan krisis sampah plastik. Beberapa kali saya belanja di minimarket, si petugas tidak lagi mengingatkan soal kantong plastik berbayar. Pun, ternyata di struk tidak lagi tertera nominal Rp 200 untuk kantong plastik yang seharusnya dikenakan kepada pembeli. Nah lho?
Seharusnya saya tidak perlu heran, bukankah hal macam begini biasa terjadi di Indonesia. Aturan “hangat-hangat tahi ayam”. Awalnya heboh dibahas, tapi tidak lama senyap. Menguap, nyaris tidak berbekas. Yang bikin heran, pemerintah sebagai pembuat kebijakan, apa iya tidak memantau. Nggak melihat ke lapangan, memastikan peraturan berjalan sebagaimana mestinya. Ah, mungkin mereka terlalu banyak urusan. Mungkin nggak mampu mengontrol sampai kesana.
Mungkin juga permasalahan kita bukan semata terletak pada aturan yang tidak dipatuhi. Masalah terbesar kita bersumber dari kesadaran dan komitmen. Buat apa punya banyak aturan kalau kita tidak punya kesadaran pentingnya aturan itu dibuat. Dan soal aturan plastik berbayar ini, mungkin kita dan banyak orang di luar sana nggak sadar bahwa sampah plastik ini, pada gilirannya nanti juga akan mengancam keberlangsung hidup manusia.
Saya ingat, saat SD diajarkan mengenai bahaya sampah plastik. Bahwa sampah plastik membutuhkan waktu lebih dari 100 tahun untuk terurai. Dibakar pun, bisa menimbulkan zat-zat beracun dan berbahaya. Dan kita, dengan bodohnya malah membuang plastik serampangan, di sungai, di parit. Sebagian sampah plastik itu menyumbat saluran air, menyebabkan banjir. Plastik-plastik itu lalu mengalir hingga ke laut. Termakan oleh hewan-hewan laut, mencemari laut begitu rupa. Mungkin kita lupa ya, bahwa hidup kita juga sangat bergantung pada laut. Kita makan ikan dari laut, makan hewan laut lainnya. Air laut yang tercemar menguap, menjadi awan, menjadi hujan, mengairi sungai dan sumber-sumber air minum kita. Dan tentu saja dengan membawa partikel dari sampah yang kita buang tadi. Pernah berpikir sejauh itu?
Sumber : Greeneration |
Ah mungkin teori saya berlebihan, tapi saya percaya manusia adalah bagian dari alam. Kita bukan penguasa bumi yang boleh bertindak semena-mena terhadap alam. Kesadaran kita soal betapa tergantungnya kita kepada alam pasti sudah mati. Sudah terlalu besar ego kita, sampai enggan bersikap adil pada alam. Saat ini, mengurangi pemakaian kantong plastik saja sudah jadi tindakan nyata yang terpuji. Mungkin belum nyampe kali ya kalau ngomongin soal menemukan bahan pengganti plastik, atau mendaur ulang kantong plastik jadi benda berguna lain. Kejauhan kalau kearah sana. Lagian apa susahnya sih belanja dengan membawa tas belanja sendiri? Malah berasa kece kan? Apalagi kalau tas belanjanya bikin sendiri. Mungkin juga kita bisa mulai lagi kebiasaan emak-emak jaman dulu yang belanja ke pasar dengan membawa tas besar itu, membungkus makanan dengan daun pisang, daun jati, daun jambu hingga klobot jagung.
Saya sendiri juga masih membiasakan diri kok, belanja dengan tas belanja buatan sendiri. Pakai bahan dari seprei bekas. Memang warnanya sudah kusam, tapi karena jahit sendiri rasanya tetap berasa kece tiap kali belanja pakai tas itu.
Tutorial dan polanya saya dapat dari Pinterest dengan sedikit modifikasi. Disesuaikan dengan kemampuan menjahit saya, tentu saja, dan bahan yang tersedia. Tas itu lumayan besar sih, muat banyak. Dan bisa dilipat lalu dimasukkan ke kantong bagian depan itu. Kayaknya kapan-kapan saya mau buat lagi, dengan bahan yang lebih kece ah. Biar makin gaya kalau belanja. Inget-inget ya, kamu kece kalau kamu bawa tas belanja sendiri. #DietKantongPlastik
Sepertinya peraturan ini memang tidak bersumber dari kesadaran diri sendiri. Jadinya, yaaaa gitu deh ^^
BalasHapusEh, BTW ... Itu tas buatan sendiri, ya?
Hooh..kita mungkin memang harus dipaksa lebih keras biar bijak memanfaatkan plastik. Iya mbak, tasnya jahit sendiri. Pake sprei bekas, seadanya lah..hehe
Hapus