Menjadi ibu itu memang bukan hal sembarangan,
nggak bisa dibuat maen-maen. Jadi ibu adalah komitmen seumur hidup yang harus
ditanggung setiap perempuan. Kadang berasa ga adil ya. Kenapa harus perempuan
yang ngelakoni semuanya ya? Harus ngerasain repotnya hamil, mau bergerak susah.
Geser kiri salah, geser kanan salah. Dilanjut lagi harus berkutat dengan rasa
sakit yang luar biasa saat melahirkan, sampai bertaruh nyawa. Ih, kayak gitu ko
masih ada aja yang suka jahat ama ibunya ya...tega banget. Kata mamaku, kalau
ada anak yang berani kurang ajar ama ibunya tu mendingan dipecat jadi anak ja,
terus dimasukkin lagi ke perut. Hahahahahahaha...Lha? ko jadi ngelantur ya?
Nah lanjut deh. Setelah melahirkan, pun bukan
berarti tugas kami, para ibu selesai n bisa santai-santai, selonjoran kaki
sambil minum kopi n makan biskuit. Masi ada satu tugas maha penting yang wajib
dilakukan, yaitu menyusui...
Buat sebagian orang, yang mungkin ngga pernah
atau belum pernah melalui fase menyusui mungkin enteng aja ya bilang, "Ah
menyusui kan cuma begitu aja, tinggal sodorin payudara terus beres deh."
Dulu, pikiran saya juga sesederhana dan sebodoh itu. Maklum, saya kan nggak
punya pengalaman sama sekali soal itu.
Memang sih, selama hamil dah sering baca (n
banyak juga yang ngomporin) supaya ntar ng-ASI eksklusif ja buat anaknya.
Konon, bayi ASI eksklusif lebih jarang sakit, tumbuh kembangnya lebih baik, dan
masih banyak lagi alasan yang dikemukakan oleh pihak2 pro ASI. Saya pun cukup
yakin dengan argumen itu.
Toh, memberi ASI eksklusif ternyata tidak semudah
mempercayai keampuhan ASI eksklusif. Saya sendiri, saat awal menyusui langsung
merasa bahwa proses ini adalah proses panjang yang membutuhkan kesabaran ekstra
buat menghadapinya. Bukan apa-apa ya, tapi menyusui nyatanya memang tidak
semudah yang kita lihat. Oke, bolehlah sebagian orang (terutama yang belum
pernah menyusui) mengatakan bahwa ini hanya soal cara pandang. Kalau itu
dianggap sulit maka tentu bakal sulit menjalaninya, tapi kalau itu dianggap
mudah maka akan mudah pula dilalui. Yah, begitu juga benar, tapi saya tetap
berkeyakinan bahwa menyusui adalah proses belajar. Ya pembelajaran bagi kita
sebagai ibu, pun pembelajaran oleh si bayi.
Sayangnya saya melahirkan di RS Bersalin yang
ternyata tidak 100 % pro ASI. Berdalih, karena saya melahirkan melalui operasi,
akhirnya saya tidak langsung bisa menyusui bayi. "Ibu kondisinya belum
pulih, jadi, bayi nya diberi sufor dulu ya." Ugh...sedihnya, tapi saya ibu
baru, dengan ilmu yang terbatas pula. Mau membantah pun rasanya tidak akan
berguna kan. Belakangan, baru saya tahu bahwa bayi yang baru lahir mampu
bertahan selama 72 jam tanpa ASI. Dan bayi saya terlanjur diberi susu formula.
Sedihnya.....
Seolah itu belum cukup, mama juga menyarankan
supaya bayi saya diberi susu formula untuk tambahan. Sederhana saja, mama ragu
kalau jumlah ASI saya mencukupi buat Narend. "Bayi laki-laki itu minum
susunya banyak lho, nanti ASI-mu nggak cukup," begitu katanya. Ditambah
lagi, ukuran puting saya tergolong kecil, jadi (ini menurut mama saya juga)
pasti bayinya sulit menyusu. Untungnya, kali ini saya bebal. Apapun yang
terjadi saya harus bisa menyusui. Bayi saya harus dapat ASI eksklusif.
Thanks Lord, mungkin keinginan menyusui yang kuat
itu terasa oleh Narend. Alhasil, dia ogah tu menyusu sufor. Daripada tidak
menyusu sama sekali, akhirnya bidan mengantar Narend ke kamar saya untuk
disusui. Wah, rasanya senang bukan kepalang. Yah, memang saya masih canggung
menggendong dia, sampai diomel-omelin segala tu. "Oon banget sih
ibunya." Ah cuek aja lah. Saya memang ibu baru kok, boro-boro menggendong
bayi, mengajak main saja saya malas. Dan ternyata....menyusui itu memang butuh
proses. Bayangin aja, bayi sudah ada dalam gendongan, sudah langsung disodori payudara
yang membengkak pula, tapi rasanya tetap aja nggak nyaman. Rasanya ada yang
nggak pas gitu. Puting rasanya sakit dan Narend tidak bisa banyak menyusu,
karena kerepotan menyedot ASI. Itu dia yang sering dibilang para konselor ASI
karena pelekatan yang tidak sempurna. Kalau pelekatannya benar, seharusnya
seluruh areola bisa masuk ke mulut bayi. Jadi posisi puting berada di pangkal
lidah. Untuk mengeluarkan ASI dari "gentong"-nya, bayi juga perlu
melakukan sedikit "usaha". Beda kalau bayi menyusu dari dot, air susu
akan mengalir lebih mudah dan bayi tidak butuh usaha ekstra buat mendapatkan
susu. Itu dia makanya saya bilang, menyusi ini proses belajar, tidak hanya
untuk ibu, tetapi juga untuk bayinya. Ini adalah pelajaran pertama tentang cara
bertahan hidup.
Tidak ada komentar